Sabtu, 20 September 2008

Notulensi LIBRA Putaran 7 di UI (20 Agustus 2008)

NOTULEN WORKSHOP TRANSISI AGRARIA DI PEDESAAN JAWA:
PERSPEKTIF GERAKAN SOSIAL

Tanggal : 20 Agustus 2008
Hari : Jumat
Tempat : Gedung H 103, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI


Workshop dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya 3 stanza dan sambutan dari pihak – pihak yang terlibat dalam workshop tersebut.

SESI PEMBUKAAN

Sambutan dari Muhammad Shohibuddin
- pemberitahuan mengenai alur pertemuan selama dua hari (20-21 Agustus 2008). Pada pagi hari akan ada dua sesi ceramah, dan pada sore hari ada tiga sesi ceramah. besok (tanggal 21 Agustus) akan ditutup dengan sesi testimoni mengenai pelaku gerakan sosial pedesaan.
Sambutan dari pihak kelompok studi sosiologi pedesaan (Pak Daddi H.G)
- harapan akan semakin banyaknya diskusi mengenai agraria, undang – undang pedesaan, dan pertanian di lingkungan UI
SESI CERAMAH DAN DISKUSI I
“Perubahan Agraria di Jawa dan Perlawanan Petani: Tinjauan Historis”

Pembicara : Andi Achdian
Moderator : Bayu

>> Continuity & Change
Harry J. Benda: “Memperbaiki dan menciptakan kembali kesimbangan sosial yang dilakukan dalam konteks lokal." (Harry J. Benda. Continuity and Change in Southeast Asia. Yale University Southeast Asia Studies. Monograph Series No. 18, New Haven, 1972).
[Agency, Structure, Territory, Culture]
1. Politik Dinasti dalam sejarah pra-kolonial (pajak kolonial);
2. Perlawanan terhadap kekuatan asing dalam sejarah kolonial (pajak dan eksploitasi tenaga kerja)
3. Radikalisasi Petani dalam sejarah Indonesia modern (klaim atas tanah dan sistem bagi hasil)
4. Orde Baru dan permasalahan sengketa atas tanah (yang tidak muncul adalah bentuk-bentuk eksploitasi)

>> Studi Kesejarahan & Petani di Indonesia
 Pelopor kajian pedesaan dan petani di Indonesia: Sartono Kartodirdjo dan Ong Hok Ham dengan tema transformasi sosial besar-besaran dalam akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Jawa.
 Kerangka studi mengenai gerakan petani dalam catatan sejarahnya telah berpusat pada dua tema sentral, yaitu hubungan antara petani dengan negara dan struktur sosial yang membentuk pola relasi antara petani di wilayah pedesaan
 Fokus pada masalah kepemimpinan, ruang lingkup, ideologi dan tingkat partisipasi dalam gerakan yang mencerminkan struktur sosial-politik lokal; konteks sosial yang tidak adil (pajak atas tanah) dan ideologi gerakan petani juru selamat (mesianisme), ratu adil (millenarisme), gerakan kenabian (prophetisme), penghidupan kembali (revivalisme) dan gerakan pribumi (nativisme).

>> Radikalisasi dan Mobilisasi Politik Nasional
 Studi-studi lain tentang gerakan petani dan politik pedesaan setelah periode revolusi Indonesia menampilkan aksi-aksi pendudukan kaum tani terhadap lahan-lahan perkebunan yang telah ditinggalkan oleh pemilik sebelumnya di Jawa dan Sumatra.
 Konflik yang terjadi kemudian dalam periode 1950-an adalah antara petani di wilayah perkebunan dengan negara yang mencoba untuk menata kembali sistem perekonomian nasional melalui restorasi lahan-lahan perkebunan kepada pemilik semula dan kemudian diikuti dengan program nasionalisasi pemerintah pada pertengahan tahun 1950-an.
 Clifford Geertz yang membuat skema politik aliran dalam kategori abangan, santri dan priyayi. Pola aliran semacam ini kemudian menjadi cerminan bentuk konflik yang terjadi di tingkat lokal maupun nasional seperti yang terjadi pada konflik politik pada masa Orde Lama.
 Pada dekade 1960-an, para penulis tentang gerakan petani memaparkan tentang perkembangan di wilayah pedesaan melalui konflik-konflik antara kaum petani berdasarkan isu kelas yang dimotori oleh PKI dan organisasi massanya. Kebanyakan studi-studi pada periode ini menekankan pencarian pada faktor-faktor penyebab konflik di wilayah pedesaan dengan melihat kondisi struktural serta kultural (ada upaya membuat sintesis antara aliran dan politik kelas).

>> Demokratisasi dan Protes Petani dalam periode Orde Baru
 Pada masa Orde Baru, studi-studi tentang protes petani dan gerakan yang muncul kemudian dilatarbelakangi oleh upaya memahami bagaimana hubungan antara negara dan masyarakat terhadap penguasaan sumberdaya alam. Studi-studi menarik tentang gerakan protes petani menawarkan perspektif semacam ini melalui berbagai studi kasus seperti yang terjadi dalam protes petani di Jenggawah, Nipah, Cimacan, Rancamaya dan lain-lainnya.
 Selain itu, terdapat juga studi-studi yang melihat gejala polarisasi di pedesaan yang didasarkan pada intervensi negara terhadap kaum tani melalui berbagai program pembangunan seperti revolusi hijau, modernisasi dan intensifikasi produksi pertanian.
 Meskipun demikian, kerangka konseptual semacam itu menjadi terlalu sederhana saat dihadapkan dengan realitas aksi-aksi pendudukan lahan yang dilakukan oleh kaum tani sekarang ini. Berlainan dengan asumsi Kartodirdjo, aksi-aksi tersebut terjadi tanpa mengusung simbol-simbol keagamaan seperti yang dikemukakan dalam kajiannya. Begitu juga dengan pemilahan kaum tani dalam pola aliran seperti yang dikemukakan oleh Geertz.

>> Landreform Case
 Perbandingan antara distribusi tanah dan bagi hasil  kaitannya dengan konflik pedesaan pada tahun 1960-an;
 Ekonomi politik konflik  basis ekologi dan historis lingkup produksi pertanian  Kasus Kediri, tanah basah dan perkebunan Jengkol;

>> Comparative Lessons
 Charles Tilly dalam karyanya The Vendee (1967) tentang faktor-faktor ekologis radikalisasi petani yang terjadi selama revolusi Prancis pada abad ke-18. Tilly mengemukakan pentingnya menempatkan ekologi pertanian yang berbeda sebagai faktor yang melengkapi munculnya radikalisasi dan perlawanan keras petani terhadap negara.

>> Asia Tenggara
 James C. Scott (konteks Asia Tenggara) mencoba memberikan pemetaan terhadap ekologi pertanian yang berbeda dengan hasil radikalisasi dan perlawanan yang berbeda pula di antara petani.
 Menurut Scott, struktur desa tradisional yang komunal di wilayah Annam, Tonkin, Dataran Tinggi Burma serta Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih mudah mengalami mobilisasi dan radikalisasi, sebaliknya desa-desa yang terpecah secara struktural dan sosial seperti wilayah dataran rendah Burma dan Conchincina lebih sulit membangun kekuatan kolektif dan memperjuangkan kepentingan mereka.

>> Lainnya:
- transisi dimaknai sebagai sebuah proses sejarah.
- melihat persoalan mengenai gerakan sosial di Indonesia melalui studi kasus.
- konteks perkembangan masyarakat Indonesia (Jawa)
pertanyaan : apa yang membuat masyarakat jawa bisa survive? (sebagai komunitas, masyarakat)
Makalahnya mengenai Continuity and Change, melihat dinamika transisi pertanian di desa(khususnya di daerah Jawa).
Desa-desa di Jawa dilingkupi batas wilayah. terpisah oleh watak gunung berapi (spekulasi dari sisi sejarah)
a. politik dinasti :
- dalam sejarah pra kolonial (pajak kolonial merupakan isu yang sering muncul, dikaitkan dengan konsep mengenai keadilan)
b. Perlawanan terhadap kekuatan asing dalam sejarah kolonial.
c. radikalisasi petani dalam sejarah Indonesia modern (klaim atas tanah dan sistem bagi hasil).
d. Orde baru dan permasalahan sengketa atas tanah (yang tidak muncul dalam bentuk eksploitasi). terjadi perubahan, pada periode ini yang muncul sebagai aktor adalah organisasi – organisasi mahasiswa dan LSM. kasus sengketa tanah di dataran tinggi paling sering muncul. Pada periode ini pengorganisasian kuat di sektor perkebunan.

- ada sebuah karakter pada tahun 60an di mana gerakan sosial menjadi sebuah konflik yang berdarah. ketika berurusan dengan isu agraria, ada konflik yang terjadi antara petani dengan negara. (kasus mengenai tanaman jengkol). Ada perbedaan cara berpolitik para petani di dataran tinggi (perkebunan) dengan petani di tanah basah (dataran rendah).
- Pada tahun 60an kekuatan PKI terbesar ada di dataran tinggi karena karakter masyarakatnya yang cenderung homogen.
- Ada simbol tradisional yang digunakan (keagamaan) : protes petani pada periode ini dipimpin oleh para pemuka agama (Pak Haji, dll) ada unsur kewibawaan.
- Aspek kontinuitas terjadi dalam kepemimpinan.

Sesi Tanya-Jawab I
pertanyaan :
>> Monang (Aliansi masyarakat adat nusantara)
- Stigma mengenai radikalisasi. Apakah petani tepat disebut melakukan radikalisasi?
- antara Jawa dengan Luar jawa ada perbedaan soal agraria, tanah Jawa dikuasai kaum - kaum sultan (kerajaan). di luar jawa kaum sultan hanya terlibat dalam urusan administrasi. Yang memiliki tanah adalah kelompok – kelompok komunal.
>> Fakhrul
- apakah metode yang digunakan merupakan sesuatu yang disadari negara sebagai satu bentuk kejahatan yang sebetulnya keliru dan berjalan terus – menerus (dari era kolonial sampai sekarang).
>> Satyawan Sunito
- bagaimana menghubungkan radikalisasi petani di daerah low-land (atas dasar tahapan-tahapan ekspansi kolonial & penetrasi kapitalisme masyarakat desa) .
>> Sundung Sitorus
- UU muncul untuk melindungi petani – petani dalam hal bagi hasil

Pembahasan :
>> Jawaban untuk Monang
radikalisasi bisa mewakili watak dari sebuah gerakan. istilah tersebut bisa membantu untuk melihat sejauh mana persoalan muncul, bagaimana proses pengorganisasi dilakukan dengan berbagai cara (contoh : gerakan yang dilakukan oleh komunis). stigma penamaan radikalisasi tidak menjadi masalah, persoalan terletak pada konfliknya, bukan penamaannya.

>> Jawaban untuk Setyawan Sunito
garis keras dibuat antara upland dan lowland berdasarkan pihak – pihak yang terlibat (LSM – LSM, organisasi). di lowland, (berdasarkan kasus di Kediri) perlawanan berasal dari seorang tokoh masyarakat desa yang memiliki benturan dengan masalah kolonial, termasuk dengan lurah yang merupakan pegawai kolonial.

>> Jawaban untuk Sundung Sitorus
secara normatif, dalam UU bagi hasil memang diatur agar tercipta hubungan harmonis antara penggarap dan pemilik tanah.

Tambahan :
>> Ibu Soraya
- Di lowland, konflik tidak dengan tanah perkebunan negara, tapi dengan para haji. konflik di upland lebih ‘mudah’ karena berhubungan dengan negara, bukan dengan sesama mereka (masyarakat). Ada alasan mengapa petani melawan / tidak melawan, ada faktor agama yang terlibat (dosa mengambil hak orang lain).
>> Ibu Yulfita
empirical evidence (di Blitar). bahwa memang ada perbedaan watak konflik. Pada waktu masa penjajahan Belanda, Blitar termasuk low land. meskipun sama – sama landless,

>> Rektor STPN
- pendekatan sejarah sosial yang sama sekali melepaskan perspektif mezzo – makro bisa menghilangkan konteks […]. Jika kita membangun dengan perspektif konstruktif, entitas petani itu tetap. petani yang kaya bisa mengubah boundaries dalam konteks mezzo-makro, berbeda dengan petani yang landless.

Sesi Tanya-Jawab II
pertanyaan :
>> Pak Gunawan Winardi
komentar :
- ada faktor eksternal yang menggerakan petani.
- ada salah tafsir mengenai UU (mengenai gadai dan bagi hasil). di Taiwan bagi hasil 62,5% untuk petani penggarap. UU no 02 tahun 1960 menyerahkan soal pembagian hasil terhadap para petani

pertanyaan :
- sepanjang sejarah jika berbicara tentang gerakan sosial pasti akan berkaitan dengan gerakan politik. gerakan rakyat yang melibatkan petani yg frontal akan cenderung mengalami kegagalan. menurut sejarah, gerakan berhasil selalu karena ada aktor yang menyelundup ke dalam (secara diam – diam). Mengapa belum ada sejarawan yang bisa menjelaskan apakah membenarkan pandangan marxis bahwa petani sukar digerakkan.

>> Laksmi
- apa sebenarnya yang dimaksud dengan gerakan sosial? apakah harus selalu berarti melawan negara?

>> Mohammad Sabri (mahasiswa politik UI)
- Apakah gerakan sosial yang tumbuh di desa adalah gerakan sosial yang murni muncul dari petani? karena jika dilihat berdasarkan sejarah, gerakan sosial terkesan dijalankan oleh kaum borjuis yang merasa dirugikan oleh struktur. selain itu, gerakan sosial juga terkesan berlawanan dengan tradisi masyarakat Indonesia (ex : Jawa yang cenderung nrimo).
- gerakan sosial petani terkesan selalu berubah, apakah tergantung oleh aliran politik yang semakin lama semakin moderat?

>> Setyawan Sunito
- Di mana posisi petani (khususnya petani yang memiliki tanah) dalam kerangka ekonomi yang lebih besar? posisi mereka terbilang rentan, ini alasan mengapa banyak petani pemilik tanah yang terlibat dalam organisasi – organisasi.

>> tanggapan dari Ibu Soraya terhadap pertanyaan bapak Satyawan Sunito:
di luar Jawa (kasus di Tapanuli) juga tidak ada bedanya dengan Jawa, tergantung resources yang bisa membuat mereka bertahan (di tapanuli, petani meminta dana kepada para illegal logger). organisasi tani punya peran dalam pengumpulan resources karena mereka mendapat dana dari pemerintah dll.

>> Fakhrul
dari sudut pandang negara, tanah adalah komoditas. sementara di masyarakat tanah tidak hanya sebagai komoditas, tapi juga sebagai identitas suku. gerakan sosial yang muncul di masyarakat bawah (yang belum tersentuh pemerintah) adalah untuk bisa bertahan di tempat asalnya. gerakan sosial bukan hanya soal merebut suatu asset, tapi bisa juga untuk mempertahankan asset tersebut.

>> Daddi H.G
Mendukung pernyataan fakhrul :
tanah sebagai identitas juga terjadi di Bali. identitas memegang peranan kuat dalam sebuah konflik. tanah di Bali berhubungan dengan tempat – tempat suci, sehingga pihak KODAM dan pemerintah turut terlibat. Hal tersebut membuat gerakan sosial bisa sukses dilakukan.

>> Monang
konflik tanah di Jawa dan di Sumatra beda. Jika di Jawa Sultan terlibat, di luar Jawa, masyarakat lah yang lebih banyak berurusan / bernegosiasi dengan pemerintah. Jika urusan pertanian dikelola oleh rakyat sendiri, maka akan lebih dapat menghidupi rakyat, dibanding dengan dilakukannya radikalisasi.

>> Muhammad Yusuf (SAINS)  tanggapan
ada unsur SARA yang terlibat dalam gerakan sosial di bidang agraria (berdasarkan kasus di Poso). Konflik di Poso merupakan konflik antara masyarakat asli dengan migran, bukan dengan pemerintah.

>> Ibu Yulfita (tanggapan terhadap Mohammad Sabri)
Tradisi nrimo Jawa bukan sesuatu yang bisa digeneralisasi dalam masyarakat Jawa secara keseluruhan.
>> M. Sabri
pengakuan identitas tanah dimanfaatkan oleh modal.

>> Pak Eko (tanggapan)
tidak setuju dengan pernyataan bahwa watak gerakan sosial terbentuk oleh kekuatan politik dominan yang mengintervensi. entitas petani tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang tetap.

>> beberapa point penting dari diskusi sesi 1
- tanah sebagai suatu identitas
- petani sebagai suatu identitas yang borderless
- resources mobilization terhadap gerakan sosial petani
- investor memasuki jalur – jalur kultural
- kajian – kajian mengenai reformasi agraria diangkat lebih detail.

SESI CERAMAH DAN DISKUSI II
“Transisi Agraria di Jawa: Beberapa Tema Kunci”

Pembicara : Satyawan Sunito dan Gunawan Winardi
Moderator : Nia Elvina

Satyawan Sunito (Transformasi Agraria Jawa)

Transformasi agraria di jawa menyangkut perubahan dasar mengenai hubungan antara manusia dalam hal penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria
- penguasaan
- produksi
- hubungan produksi/eksploitasi
- dampak lingkungan

>> Sejarah Politik Pedesaan Jawa
Banyak ilmuwan sosial membagi masa sejarah politik pedesaan Jawa menjadi 3 bagian besar :
- pra kolonial
- kolonial pertama /awal
- kolonial akhir
Ada studi yang mengatakan bahwa dengan diberlakukannya tanam paksa, ekonomi di desa meningkat karena masyarakat mendapatkan upah. pada akhir abad 19 berubah menjadi sistem ekonomi yang lebih liberal di mana daerah dibutuhkan oleh para pemodal – pemodal. Kemudian pada akhir abad 19-awal abad 20 ke suatu sistem kolonial yang lebih maju, yaitu kolonial etis yang merupakan sebuah sistem yang dipaksakan pemerintah belanda karena mereka membutuhkan daerah jajahan yang lebih makmur.

Awal abad 20 ke sistem kolonial yang lebih maju (etis) yang merupakan satu sistem yang dipaksakan industri belanda yang mulai mencari pasar. Di sini terjadi suatu pertentangan antara golongan kolonial yang mendasarkan pada perkebunan dengan perindustian. Kepentingan perkeunan jauh lebih kuat daripada kepentingan industri.

Tanam Paksa dan Perubahan Struktur Sosial Desa Jawa
- Menghapuskan kewajiban petani pada bangsawan
- Pemerintahan desa menguat (otoriter)

>> Politik Penjajahan Etis
Terjadi persaingan antar golongan yang mendasarkan pada sistem perkebunan dengan golongan yang menggunakan kapitalis yang lebih maju.
Pada saat sistem etis dikembangkan di luar Jawa, ekspansi Belanda bertujuan untuk menyatukan Indonesia melalui pembantaian – pembantaian yang luar biasa.

Periode – periode Sejarah Politik Pedesaan Jawa
- pasca kolonial
pengembalian asset belanda
- demokrasi terpimpin
dilakukan nasionalisasi terhadap asset belanda, selain itu pemerintah juga menerapkan Land reform
- Orde baru
- Pasca Reformasi

>> Dari Sistem perkebunan kolonial ke post kolonial : mod of production

Belanda menghambat perkembangan industri dalam negeri agar upah buruh tetap murah. Ada pandangan yang mengatakan bahwa di Indonesia tidak terjadi revolusi sosial, melainkan hanya revolusi nasional. Anderson berpendapat bahwa dengan kalahnya kaum pemuda oleh elit nasional dalam revolusi fisik pada tahun 1940an, kesempatan untuk melakukan revolusi sosial hilang. Dengan dekolonisasi, sistem perkebunan dikatakan telah runtuh.

Pada masa awal dekolonisasi Indonesia mewarisi sistem ekonomi perkebunan yang sudah hancur karena sudah tidak disokong oleh negara kolonial. Sedangkan pada orde baru, pemerintah bergantung pada modal asing sehingga sistem perkebunan bisa terus berjalan.

Faktor2 agraris dan non agraris memperbesar ketidakmerataan di daerah Jawa (petani kaya dapat mengakumulasi modal mereka). akibat yang terjadi adalah berkurangnya penyerapan tenaga kerja, tekanan pada pendapatan golongan miskin, konsentrasi tanah bertambah, dan komersialisasi sisitem tenurial.

peranan kegiatan non-farm bagi petani miskin merupakan keharusan untuk menyambung hidup sedangkan untuk petani kaya hal tersebut bisa digunakan untuk mengakumulasi modal mereka.

>> Proses Transformasi Agraria Jawa

Apakah terjadi polarisasi kelas dan munculnya petani kapitalis?
Dari studi di 9 desa menyimpulkan bahawa petani gurem dan landless lebih tepat disebut sebagai semiploretarian. Petani sedang mendapatkan tambahkan dari sektor non-farm sehingga tidak terpaksa menjual tanah. Dan petani kaya surplus dari pertanian di investasikan beragam tujuan tidak hanya diinvestasikan kembali ke tanah, tapi juga bisa ke life-style.

>> Komponen Struktur Agraria

Terjadi struktur kompleks tetapi tidak dikuasai petani besar atau petani sedang. Ini yang menyebabkan semua petani dalam posisi rentan karena adanya pemodal besar yang bisa meruntuhkan semuanya.

Tata kuasa <> dampak lingkuna< > eksploitasi <> tata kelola <> tata kuasa

Penelitian yang disampaikan terfokus pada Jawa.


Gunawan Winardi (Gambaran mengenai transisi dan transformasi secara umum)
Jika berbicara tentang transisi, kita berbicara mengenai peralihan. jika berbicara tentang transformasi, berarti kita berbicara mengenai perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain yang membutuhkan waktu. di dalam proses transisi terdapat proses transformasi.
Jika membicarakan perubahan masyarakat, dalam masa transisi, arah transformasi bisa terjadi di luar rencana. kita bisa berbicara secara normatif (transformasi diarahkan melalui kebijakan ke tiga jalur : kapitalistik, sosialistik, neo ekopolistik) atau secara obyektif.
Transformasi dianggap selesai jika hasil dari perubahan melahirkan institusi dan struktur dalam masyarakat yang sifatnya dapat mereproduksi diri sendiri.
>> Bagaimana keadaannya di Pedesaan Jawa?
bagaimana proses transformasi yang terjadi? penelitian yang relatif mencakup semua wilayah dan mendalam hampir tidak ada. Ada 10 ciri di pedesaan Jawa :
- pedesaan jawa ditandai usaha tani yang luasnya kecil-kecil
- pemilikan tanah cenderung sempit tapi lebih merata daripada di luar jawa. tidak ada landlord seperti di philipina atau amerika latin.
- status kepemilikan tanah sangat beragam (ada implikasi tradisional yang masih berlaku)
- sebagian besar usaha tani digarap sendiri oleh pemilik tanahnya.
- proporsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk masa pra panen sangat besar (75-85 %). Berarti desa Jawa tidak lagi memiliki ciri peasant society
- terdapat jutaan keluarga tunawisma untuk semua bagian lapisan masyarakat. pendapatan dari pertanian merupakan pendapatan yang sangat penting
- Rumah Tangga pedesaan Jawa hidup atas dasar pembagian kerja antar anggota keluarga yang fleksibel. Semua memiliki pekerjaan yang bermacam – macam  berkaitan dengan difersifikasi dan diferensiasi pekerjaan (extreme occupation
- terdapat kelembagaan kerja yang rumit

Ada beberapa desa di mana pemerintahnya tidak menguasai arsip – arsip mengenai agraria (Seperti jumlah lahan, luas lahan, dll). jika kita melakukan studi mengenai transformasi dan transisi, ada 5 tema kunci dalam transisi agraria :
- dari sisi Marxian, kita bisa melihat perubahan (social formation).
- dari sisi lain, kita bisa melihat perubahan dalam hal stratifikasi atas dasar penguasaan tanah
- dinamika ketenagakerjaan.
- hubungan – hubungan; seperti hubungan tradisional : patron-klien
- diferensiasi profesi yang dikaitkan dengan difersifikasi pekerjaan

Pertanyaan :
Sesi 1
>> Pak Martua Sirait
ada perbedaan yang muncul pada paradigma mengenai masyarakat pedesaan Jawa. Apakah ada kacamata baru yang dapat digunakan untuk melihat fenomena – fenomena saat ini yang berbeda dengan pada masa tahun 1970an?

>> Monang
kolonisasi terjadi di masyarakat adat. dibandingkan dengan investasi perkebunan yang ada saat ini, investasi dari belanda dapat dikatakan lebih baik karena mereka mengenal negosiasi.

>> Ibu Soraya
untuk pak Gunawan : kalo mencermati statement pejabat, terkesan bahwa investasi untuk isu pertanian didorong dengan investasi swasta. resources di pedesaan didorong untuk menjadi resources yang masuk ke tambang, kehutanan, atau perkebunan. investasi dari luar desa itu tidak dilihat sebagai suatu bentuk investasi, sehingga tidak dikelola secara produktif yang bisa memberikan manfaat pada desanya.

>> M. Shohibuddin
- apakah kualitatif transformation dapat dicapai tanpa melalui reformasi agraria?
- satu desain mengenai reformasi agraria adalah membayangkan peran negara yang masih sangat kuat.

Jawaban dan Tanggapan
>> Gunawan Winardi
Yang terjadi bukan hanya sekedar orang desa yang kehilangan tanahnya dan terlempar ke kota, tapi juga orang kota yang tergusur karena adanya pembangunan mall dsb. keadaan ini juga menyebabkan orang desa masuk lagi dan terjadi gunungisasi (meningkatnya jumlah orang pergi ke gunung).
Untuk luar jawa, secara ekologis juga berbeda dengan desa di Jawa. oleh karena itu pembagian ala militer yang sangat tegas batasannya tidak cocok digunakan dalam aspek agraria.

>> Shohibuddin :
jika merujuk pada sejarah, transformasi diawali dua hal : land reform dan industrialization. jika dua hal tersebut belum terjadi, maka transformasi belum terjadi. reformasi agraria jelas belum terjadi.
>> Satyawan
tanggapan untuk Ibu soraya : apakah masyarakat kita menjadi buruh? tujuannya ternyata memang demikian. 70% sumber daya Indonesia dibagikan pada para pemodal besar, sedangkan penduduk hanya menjadi tenaga kerja. sumber daya seharusnya diberikan pada mereka yang bisa mengelola secara efisien.
Pak Shohib : kualitatif transformasi bisa dicapai tanpa reformasi agraria? itu tergantung kita mengikuti cara yang mana, para teknokrat atau kapitalis, atau yang lain. Beberapa negara memperlihatkan proses – proses yang menarik seperti brazil atau Venezuela yang menampilkan pendekatan yang berbeda.
REVIEW DAN PEMBHASAN BAHAN BACAAN I (ASPEK TEORITIS)
Noer Fauzi (2005), “Memahami Gerakan – gerakan Rakyat Dunia Ketiga”

Pembahas : Setyawan Sunito
Moderator : Muhammad Shohibuddin

Ada dua buku berpasangan, Noer Fauzi dan buku mengenai Monograf gerakan – gerakan rakyat dunia ktiga. buku mengangkat masalah gerakan rakyat pedesaan di dunia ketiga dengan konteks utama gejala umum neoliberalisme yang menggelar kuasanya dalam bentuk yang beragam.
tujuan penulisan bukunya ingin merefleksikan dinamika pasangan dua konsep : kuasa dan perlawanan di mana keduanya bersifat dialektis dalam perjuangan rakyat desa yang manifest.
isi bukunya terdiri dari 3 kelompok pembahasan, yaitu :
1. debat teori klasik mengenai asal – usul pemberontakan petani sebagai akibat penetrasi kapitalisme dan negara pedesaan di dunia ketiga. petani menjadi golongan utama
2. profil gerakan – gerakan rakyat kontemporer di dunia ketiga yang dijelaskan dengan kerangka penjelasan berupa 3 pokok : tafsir atas situasi yang mereka hadapi, kesempatan politik yang dimungkinkan yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, pilihan jenis aksi kolektif.
3. konteks baru yang dihadapi (melahirkan penjelasan baru) :
- gerakan rakyat dalam periode kontemporer harus dipandang dalam hubungannya dengan pembagian kerja kapitalis
- maraknya new social movement : dari perjuangan atas tanah yang bisa berhimpitan dengan perjuangan atas rekognisi identitas.
>> Penjelasan Klasik
Ada dua isu utama yang selalu tampil :
1. petani sebagai golongan utama di pedesaan negara dunia ketiga (berbagai konseptualisasi atas golongan petani)
2. konfigurasi dari hadir dan bekerjanya kuasa – kuasa baru yang menyebabkan kemerosotan hidup golongan petani secara berkelanjutan.

>> Teoritisasi oleh sejumlah penulis
Wolf (1969) : Masyarakat pra kapitalis  mekanisme resiprositas
Migdal (1974) : ketegangan tidak menciptakan krisis besar, kecuali jika melalui penetrasi kapitalisme.
Scott (1979)
menjelaskan kemarahan petani akibat dari ketegangan tatanan sosial yang didasari tertib moral sistem
gerakan petani terjadi ketika ada kelas yang terus berkuasa atas dasar penguasaan tanah. ketika kemudian mobilitas petani bawah untuk meraih kelas yang lebih baik terhambat, maka ini akan menjadi kondisi yang menyebabkan gerakan petani terjadi. hal ini juga tergantung sejauh mana petani bisa menciptakan solidaritas di antara mereka. jika petani tersebar, tentu mereka tidak akan bisa melakukan suatu perjuangan.

>> Penjelasan Baru
1. situasi umum yang dimusuhi
a. Pagelaran kuasa kapitalisme (Dalam dunia ketiga muncul dalam bentuk kapitalisme pinggiran)
b. perkembangan kapitalisme neo liberalism, menghasilkan dua dampak ganda : kaum petani di pedesaan tercerabut dari ikatannya dengan tanah dan menjadi tentara cadangan buruh. selain itu proses ini juga menghasilkan re- peasant-isation.
2. Perbedaan tampilan melalui kesempatan politik yang dimanfaatkan gerakan
a. transisi demokrasi dan demokratisasi pedesaan
b. struktur kesempatan politik
c. perubahan politik yang dihadapi gerakan
d. dua wajah ornop : pro dan anti gerakan rakyat
3. Ragam bentuk aksi – aksi kolektif yang diandalkan
a. studi perbandingan dan gerakan petani di berbagai negara

Diskusi Buku yang di review
>> Ibu Soraya
definisi mengenai gerakan sosial memiliki perbedaan. dalam analisis klasik, gerakan sosial adalah gerakan rakyat. analisisnya adalah bahwa gerakan tersebut tumbuh dari rakyat yang kemudian bentuknya bisa terorganisir atau tidak. Di dunia ketiga, analisis mengenai gerakan sosial dimulai dari kaum petani. Ada fenomena baru yang muncul di sini, yaitu kemunculan NGO yang dianggap bukanlah sebuah gerakan sosial. posisi NGO dalam gerakan sosial masih diperdebatkan. di Indoesia sendiri, gerakan sosial tidak bisa lepas dari keberadaan NGO. terkait dengan keadaan ini, definisi klasik dari gerakan sosial tidak bisa dipakai lagi, sehingga perlu ada definisi baru.

>> Pak Sundung Sitorus
- De-agrarisasi, deagrasiasi, dan deagrarisasi sebagai akibat dari pasar berskala dunia sifatnya tidak selamanya salah.
- social movement Indonesia nampaknya tidak pernah berhasil kecuali dalam bidang industri. pertanian tidak pernah mencapai keberhasilan.

>> Pak Martua
- Saat ini, gerakan sosial tidak dilhat sebagai sebuah teori yang tidak selalu berbasis pada kelas seperti yang dikatakan Marxian. Yang dilihat bukan basis kelasnya (pertentangan kelas) tapi mengenai arah transisinya. lebih kepada masyarakat pedesaan seperti apa yang kita inginkan.kita perlu dulu masyarakatnya seperti apa kemudian baru melihat investasi dan model industrinya seperti apa.
- modern contemporer tidak bisa dihentikan krn buku tsb membuktikan bahwa bertemunya nilai2 global dengan nilai2 lokal yang membuat batas keduanya menjadi semakin tipis, ditandai dengan banyaknya aktivis yang berasal dari middle class dan dari kota. kita perlu mempertajam arah transisi masyarakat.
>> Pak Gunawan Winardi
- berpikir ilmiah adalah menyederhanakan barang yang rumit.
- jika membaca buku baru, jangan jadikan pandangan si penulis buku menjadi sesuatu yang harus dilakukan, tapi jadikan itu sebagai tambahan pengetahuan.
>> Rektor STPN
- sebuah gerakan selalu dikaitkan dengan sebuah peristiwa yang lebih besar.
- karena terjadi perubahan dalam pendefinisian gerakan, maka timbul anggapan bahwa gerakan tidak selalu harus bersifat kontinyu, tergantung parameter yang kita gunakan.
>> Monang
- stamina dan momentum adalah dua hal yang penting untuk melakukan suatu gerakan.
- ada momentum juga dimana NGO menyadarkan kembali kelompok yang sudah menyadari kepentingannya.
>> Tanggapan dari Reviewer (M. Shohibuddin)
- Di buku Noer Fauzi NGO tidak dijelaskan secara panjang lebar, hanya disebutkan bahwa ada NGO yang anti dan ada yang pro terhadap gerakan yang dilakukan rakyat.
- setiap gerakan di sini (buku tersebut) punya kondisi spesifikasi yang khusus. gerakan tersebut belum bisa dikatakan sebagai transformasi karena belum menghasilkan perombakan / model pembangunan yang baru meskipun sudah bisa melobi pemerintah sekalipun
- gerakan sosial melibatkan aksi kolektif yang manifest.

Tidak ada komentar: